Mahkamah berpendapat bahwa tersebut mengatur mengenai Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang, sebagaimana termaktub dalam BAB XVIII.
“Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai kejahatan seksual terdapat dalam BAB yang berbeda, yaitu BAB XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Oleh karena itu, tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut,” ujar Arief.
Di samping itu, Vicente Hornai Gonsalves juga sudah menyampaikan statusnya sebagai mantan narapidana.
Sebab dalam Formulir Pernyataan Surat Rekomendasi Catatan Kriminal yang dikeluarkan Kepolisian Resor Belu Nusa Tenggara Timur (NTT), calon wakil bupati nomor urut 1 itu dengan tulisan tangan telah menerangkan bahwa dirinya pernah dihukum pada 2004 dan sudah diputus di PN Atambua.
“Sehingga menurut Mahkamah, pengusulan bakal calon, pemeriksaan bakal calon, hingga penetapan calon telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme, tata cara, dan prosedur yang ditentukan peraturan perundang-undangan,” ujar Arief.
Karena tidak dapat dibuktikannya dalil pokok permohonan Pemohon, pemberlakuan Pasal 158 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) tidak beralasan untuk disimpangi.